Senin, 28 April 2008

AURA KEMENANGAN ITU SEMAKIN DEKAT


OPINI

PILGUB: PILIH KOPETENSI ATAU CITRA DIRI….

(TELAAH POLITICAL MARKETING PILGUB LAMPUNG)

Oleh : Andriansyah

Mahasiswa Magister Manajemen FE UNILA dan Mantan Ketua SKM TEKNOKRA UNILA

Hingar-binger “pertarungan” pemilihan Gubernur (PILGUB) Lampung sudah mulai terasa. Getaran itu kian dekat tatkala kita amati disekitar lingkungan gambar-gambar para kandidat calon Gubernur tersenyum manis di Baliho-baliho raksasa dan stiker-stiker, yang rasanya sulit menghindari wajah-wajah yang sudah akrab dengan keseharian kita itu. Dari gerobak pedagang, ditiang-tiang listrik, spanduk momentum hari besar, tembok-tembok bahkan di botol saos bakso juga ada. Hebat..!
Setidaknya ada beberapa nama yang sudah santer disebut-sebut dan telah mendaftarkan diri ke parpol sebagai “Perahu politik”nya. Yaitu Calon incumbent .Sjachroedin Z.A dan Joko Umar Said, , lalu mantan Gubernur .Oemarsono dan Thomas Azis Riska dan Bupati Lamsel Zulkifli Anwar dan Ahmadi Sumaryanto serta Sofjan Yacoeb dan Andi Acmad (yang sampai saat ini belum mendapat perahu).
Tulisan ini setidaknya membuka wawasan kita dan menjadi masukan bagi para pihak yang berkepentingan untuk menyukseskan hajatan besar ini ditinjau dari political marketing.

Perang gambar dan strategi, memang boleh boleh saja. Tapi sebenarnya ada hal yang lebih esensial dari cara tersebut. sah-sah saja tim Sukses (TS) calon kandidat bersangkutan melihat jeli peluang untuk pemasaran sosial “produk” nya untuk menarik simpati masyarakat agar mengikuti apa yang menjadi tujuannya yakni sukses mendongkrak suara pada pilgub Lampung.

Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, selain tentu saja terdapat faktor “x” lain. Sekelompok orang bisa saja memilih kandidat politik atau partai karena dianggap resprentasi dari keyakinannya. Tetapi kelompok yang lainnya memilih kandidat dan partai tertentu dianggap resprentasi dari kelas sosialnya. Ada juga kelompok yang memilihsebagai ekspresi dari sikap loyal pada partai atau figure tokoh tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik diperlukan dalam menyusun strategi marketing. Informasi mengenai faktor-faktor tersebut antara lain berguna untuk menyusun strategi komunikasi, manajemen kandidat , dan penyusunan isu dan kebijakan yang akan ditawarkan kepada para pemilih. Efektifitas dan efisiensi penyampaian pesan politik—apa dan dengan cara bagaimana pesan disampaikan—ditentukan oleh pemahaman perilaku politik. Siapa, kapan, dan bagaimana kandidat tampil agar dapat menarik massa juga di tentukan perilaku pemilih.
Jadi, perilaku pemilih menjadi informasi penting yang sangat berguna dalam perencanaan kampanye (baik kampanye resmi maupun kampanye gerilya) dan alokasi sumberdaya yang dimiliki seorang kandidat.

Istilah pemasaran sosial—sering disebut social cause marketing, idea marketing atau public issue marketing—diperkenalkan tahun 1971. Istilah ini untuk menggambarkan penggunaan prinsip-prinsip dan teknik-teknik marketing untuk mendorong masyarakat menerima gagasan atau melakukan tindakan tertentu (Kotler, 1989).Aktivitasnya mencakup desain, implementasi dan pengendalian program-program yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan maksud dan tujuan atau ide-ide social pada kelompok sasaran. Para politisi atau kandidat calon gubernur dapat memakainya ketika memasarkan dirinya sendiri, untuk memperoleh suara dan mencari dukungan program.

Person marketing bertujuan menciptakan “selebritis” seorang pribadi terkenal yang mempunyai citra diri tertentu yang kuat karena kepribadian, sikap, dan tindakannya. Proses person marketing mirip dengan proses memasarkan produk, dimulai dari riset dan analisis untuk menemukan kebutuhan konsumen dan segmen pasar. Hasil analisis kebutuhan konsumen dan peta segmen pasar ini kemudian menjadi acuan penting

Pengembangan “produk” atau figure yang bersangkutan. Pengembangan produk ini dimulai dengan menilai citra dan kualitas pribadi yang bersangkutan pada saat ini dan mentransformasikannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen dengan lebih baik.

Suksesnya Ronald Reagen meraih dan mempertahankan jabatannya sebagai presiden Amerika Serikat tak lepas dari person marketing. Penerapan person marketing membuat Reagen mengembangkan citra sebagai pemimpin yang patriotic, yang sangat diperlukan untuk memimpin Amerika serikat waktu itu. Reagen juga menerapkan person marketing untuk mendukung positioning dan strategi pemasaran pemerintahannya selam delapan tahun. Dia punya sebuah tim kerja marketing yang terdiri dari para spesialis-peneliti, jago-jago iklan, penasehat politik, perencana media dan sekretaris pers.. Tim ini bertugas mendefinisikan segmen pasar politik dan mengidentifikasi isu-isu kunci untuk memperkuat program dan posisi Reagen.

Political marketing dan Rasionalitas Pemilih
Apakah para pemilih dalam sebuah ajang perpolitikan (baik pilkada maupun pemilu) analaog dengan para konsumen yang memerlukan berbagai produk bisnis? Samuel L Popkin (1994) mengatakan, para pemilih bukanlah konsumen. Pemilih adalah investor, dan pilihan adalah investasi yang ditanamkan untuk produk-produk milik publik. Investasi tersebut harus dibayar mahal dengan informasi yang tidak sempurna dalam kondisi ketidak pastian. Bagaimana hasil investasinya sangat tergantung pada pilihan investasi yang dilakukan orang lain. Menurut Popkin, setidaknya ada empat hal yang membedakan pilihan politik dengan pilihan pribadi terhadap produk-produk konsumtif. Pertama, Memilih partai atau kandidat politik tidak sama dengan membeli sebuah pesawat televise. Para pemilih adalah para investor public, bukan para konsumen pribadi. Para pemilih memang tidak segera dapat merasakan manfaat nyata untuk diri sendiri atas pilihan yang dijatuhkan sebagaimana manfaat pesawat televisi yang bisa segera dirasakan, tapi berharap mendapatkan manfaat pada masa depan.

Kedua, Pilihan publik juga berbeda dengan pilihan pribadi, karena insentif untuk mencari informasi tidaklah sama. Pencarian informasi untuk pembelian barang-barang kebutuhan pribadi segera terasa manfaatnya sedangkan pilihan politik tidak seperti itu. Ketiga, pilihan politik merupakan tindakan kolektif dimana kemenangan ditentukan oleh keberhasilan memperoleh sejumlah tertentu suara. Jadi, untuk menjatuhkan pilihan dan memperkirakan manfaat pilihan, seorang pemilih juga akan mempertimbangkan pilihan orang lain. Sedangkan pilihan terhadap produk konsumsi, perkiraan manfaatnya bisa dilakukan dengan tidak mempertimbangkan pilihan produk konsumsi yang dilakukan orang lain.

Dan keempat, Pemilih akan mengahadapi ketidak pastian yang lebih besar ketimbang pembeli sebuah produk konsumsi. Ketidak pastian ini terutama dalam hal kemampuan politisi atau partai untuk memenuhi janji-janji politik yang disampaikan. Para pemilih akan menduga kemampuan partai atau kandidat pilihannya memenuhi janji. Kemampuan ini juga terkait dengan orang-orang lain yang akan dilibatkan dalam pemenuhan janji itu. Dalam kaitan ini, pemilih tidak hanya mempertimbangkan kandidat pilihannya atau karakter dasar partai, tapi juga mempertimbangkan dengan siapa kandidat atau partai tersebut berafiliasi.
Selain itu, karena manfaat konkret yang tidak segera bisa dirasakan, maka pilihan politik lebih banyak melibatkan faktor emosional dan pengaruh sosio cultural dibanding pilihan terhadap produk-produk konsumtif. Pada kondisi tertentu, manfaat emosional dan pengaruh sosio cultural seringkali lebih menentukan keputusan memilih di banding dengan manfaat nyata. Pada beberapa kasus pemilihan kepala daerah atau pada ruang lingkup yang lebih kecil, pemilihan kepala kampung, misalnya, kandidat yang memiliki program dan kompetensi lebih baik seringkali terkalahkan oleh kandidat yang memiliki kedekatan emosional dan sosio kultural dengan para pemilih.

Janji Kosong Suara melompong
Para politisi seringkali bermain retorika kosong untuk memikat hati para pemilih. Dalam pidato dan iklan politik para kandidat serin menyampaikan janji-jani kosong yang tidak sesuai dengan kemampuan tim atau partai untuk mewujudkannya. Seringkali pula, seorang kandidat atau partai memberi gambaran yang terlalu melebih-lebihkan kualitasnya dan ngenyek pihak lainnya. Dalam teori pemasaran, prilaku ini dikenal sebagai over promise under dilevery. Ini bertentangan dengan strategi pemasaran, bahwa positioning harus diwujudkan atau dibuktikan olh produk-produk politik yang dapat dibuktikan kebenarannya.Para pesaing yang cerdik dapat memanfaatkan perilaku seperti ini dengan memukul telak kandidat atau partai yang melakukan penipuan. Jika ini yang terjadi, maka janji kosong akan berdampak pada perolehan suara yang minimal alias melompong. Ingat , masyarakat tidak bodoh untuk diiming-imingi dengan janji kosong belaka.

Hal ini diyakini betul oleh Jacque Segeule, biang kreatif dunia periklanan di prancis, yang pernah terlibat langsung dalam kampanye untuk memenangkan Francois Mitterrand sebagai Presiden Perancis (Adman Nursal, 2004). Segeule berwanti-wanti agar pesan-pesan politik yang disampaikan harus mengandung kebenaran. Periklanan, katanya, adalah cara terbaik untuk menciptakan definisi yang sederhana namun universal dari seseorang.
Dalam konsep kampanye yang disusunnya, Mitterrand di tampilkan sebagai sosok yang quiet force atau kekuatan dalam kesejukan. Inilah proposisi yang dipih dari 1001 janji kampanye yang disampaikan. Ternyata proposisi inilah yang selalu diingat masyarakat.

Konsep Positioning

Dalam ilmu marketing, “menempatkan” seorang kandidat dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Bagi orang marketing, positioning sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Sebanyak 66 % dari konsultan kampanye politik di Eropa Barat dan 70 %dari konsultan kampanye politik di Amerika Serikat mengakui positioning sebagai salah satu factor yang menentukan kesuksesan kampanye (Plasser, 1999). Positioning adalah sebuah mantra yang penting bagi orang-orang pemasaran di akhir abad ke-20 (Rhenald Kasali, 1999). Menurut definisi political marketing, positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan memiliki posisi khas, jelas, dan meaningful.
Positoning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan dibandingkan dengan kontestan pesaing. Posisi yang khas, jelas dan meaningful dari sebuah kontestan bersumber pada faktor pembeda yang di miliki satu konsestan dibanding kontestan lainnya. Misalnya sejumlah kandidat mengklaim sebagai pembela wong cilik, dan seorang kontestan pembela wong cilik harus berbeda dengan kontestan lain dengan menunjukkan pola hidup sederhana dengan menerapkan kebijakan bahwa seluruh perangkat dan para pendukungnya menggunakan fasilitas hidup yang sederhana pula, seperti mobil pribadi yang tidak boleh melampai harga tertentu untuk menunjukkan keprihatinan terhadap nasip wong cilik. Wallahu’alam.

Alamat :

Jl. Galih 245 Baradatu Waykanan 34761

Telp. (0723) 475433 Hp 0812796 8878

Email : dutacell2007@yahoo.co.id

andri2007@students.unila.ac.id

andriansyah_se@yahoo.com

Tidak ada komentar: